![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8ggAx9xb-ZmG7yTkWlap4jmdQQ5VoHDPszE0zjeGc4S8t_qXMz2TsCQJ2QFBt5La9AIhoE6rGwVaMDiRSziTL_lPQnojtvhHoAlYGwuqoU22IxSG2gqo7vtBNxBmcc2ovcv4H95VR5cw/s320/doktor+%25281%2529.jpg)
Direktur Direktorat Pascasarjana UMM, Dr Latipun, menerangkan Zainur merupakan mahasiswa angkatan ke-2 di Prodi Doktor Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMM. Masa studi Zainur terbilang relatif singkat, yakni kurang dari 4 tahun. “Dalam waktu dekat Insya Allah ada beberapa teman seangkatannya maupun angkatan sebelumnya yang akan maju ujian terbuka,” kata Latipun, sebelum mengikuti ujian terbuka di kampus I UMM, Jl Bandung, Malang.
Disertasi Zainur mengangkat keberagaman etnik dan perilaku politik pemilih pada Pilkada di Kota Kupang. Di bawah promotor Prof Dr Syamsul Arifin dan ko-promotor Dr Muhadjir Effendy, ia memaparkan temuannya tentang kecenderungan pemilih memilih walikota Kupang periode 2007-2012 yang dipengaruhi oleh etnisitas.
“Penelitian ini juga menelisik apakah Pilkada bisa mendorong integrasi sosial,” kata Zainur. Hasilnya, meski elit sering memanfaatkan etnis sebagai isu yang dimanipulasi untuk kepentingannya, masyarakat relatif memiliki kekuatan otonom untuk memilih.
Berbeda dengan di daerah lain, isu etnis (SARA) tidak mempan digunakan untuk memecah maupun mengumpulkan suara di Kupang. “Partai politik besar pun tidak memiliki pengaruh cukup kuat di sana,” lanjut Zainur. Masyarakat memilih berdasarkan figur calon tanpa melihat unsur etnis. Mereka mampu memberi reward dan punishment kepada calon tanpa melihat apa parpolnya maupun apa etnisnya.
“Di era otonomi daerah ini masyarakat punya cara berfikir sendiri dalam memberikan reward danpunishment kepada elit politik. Tekanan politik, janji politik, tidak cukup kuat. Masyarakat punya logika politik sendiri. Pada waktunya masyarakat punya logika sendiri,” terangnya.
Usai dinyatakan lulus, kepada wartawan Zainur menilai penyeleggaraan Pilkada menguras terlalu banyak biaya. Sebab, orang yang terpilih sebagai pejabat politik, cenderung akan memanfaatkan jabatannya dengan cara korupsi dsb. “Tapi memang sisi demokrasinya ada, tetapi belum tentu bisa meningkatkan sisi ekonomi,” pungkasnya.
Sementara itu, rektor UMM, Muhadjir Effendy, yang memimpin sidang ujian mengaku dirinya yang mendorong pemilihan lokus penelitiannya di Kupang. Sebab, baginya, pada riset kualitatif perbedaan karakterlah yang menjadi penting, bukan mencari persamaan. “Di Kupang ada fenomena yang unik dalam hal etnisitas. Sebagai ko-promotor saya memang mendorong lokus penelitian agar meneliti etnis di Kupang karena ada aspek yang menarik dan unik itu,” kata Muhadjir.
Dewan penguji terdiri dari beberapa guru besar dari UMM, Unair dan Universitas Muhammadiyah Kupang. Sebagai ketua dewan penguji, Muhadjir, menilai ujian ini telah berjalan lancar. Sebagai rektor, ia menyampaikan ucapan selamat atas lulusnya Zainur sebagai doktor ke-dua UMM. (nov/uci/nas)